Selasa, 10 November 2015

Ah, Brengsek

Seorang gadis meracau di tempat umum dengan kening yang dikerutkan. Mengeluh tentang lelakinya. Mengeluh tentang kisah cintanya. Kepalanya diaduk oleh tangan-tangan sahabatnya.

“Kenapa sih, cowok gue begitu?”

Perhatikan, berapa banyak lelaki yang berkamuflase di depan wanita? Seratus, seribu, sejuta? Jelas lebih dari itu. Di depan teman dan wanitanya, mereka tampil dengan balutan berbeda. Saat di samping wanita, perkataan kasar yang melayang-layang mendadak terhempas oleh angin. Mereka mampu berubah dalam hitungan detik.

Wanita itu, masih meracau di depan sahabatnya.

Tidakkah wanita sadar, bahwa lelaki terlahir sebagai bajingan sejati? Dengan bakat berbohongnya, dia menjanjikanmu masa depan cemerlang. Semangatnya seolah nyata, hingga kutipan Steve Jobs seakan tak mampu menandinginya. Semangatnya yang palsu, berhasil merengkuh hatimu.

Tapi lihat, lelaki yang menjanjikan masa depan itu malas berbuat apa-apa. Kasurnya yang empuk tak pernah gagal menggodanya. Dari pagi hingga malam, ketika ia mencoba meyakinkanmu tentang masa depan, kasur itu selalu bersamanya.

Brengsek, bukan? Pria dengan masa depan cemerlang, tidak pernah berbuat seperti itu.

Namun apa kenyataannya? Wanita lain mudah luluh. Mereka bersembunyi di balik parasnya yang elok. Dengan dalih rasa sepi, mereka menerima cintanya. Menyambut kebrengsekan yang belum tampak. Kemudian jari mereka saling bertautan, mengucap kata rindu, dan berujung pada tamparan di pipi wanita.

Tidakkah kebodohanmu itu perlu dipertanyakan, wanita? Kau berkata semua lelaki itu sama, kau tampil dengan busana terbuka—seakan menyajikan hiburan bagi para lelaki. Namun sadar atau tidak, kau akan terus diperlakukan dengan murah. Bahkan rahim milikmu, akan mereka anggap semurah itu. Mereka rela memertaruhkan harga diri keluarga, demi tidur seranjang denganmu.

Kenapa lelaki selalu brengsek dan wanita selalu bodoh?

Aku melihat banyak sekali lelaki yang melingkari tangannya di lengan wanita. baik memang, sampai-sampai aku iri. Tapi bagaimana dengan jemari sebelah kanannya? Ia memainkan sebatang rokok dengan asap yang mengepul di udara. Perbincangan mereka diwarnai dengan asap. Bukan perbincangan penting menurutku. Pasangan seperti mereka, hanya senang membahas seks, atau hiburan-hiburan malam yang menurutnya memberi ketenangan.

Tidakkah hatimu mudah luluh kepada lelaki yang memakai jaket kulit dan mengendari motor besar dengan knalpot yang menggerung-gerung? Kau berteriak di hadapan teman-temanmu, memuji ketampanannya, dan berdoa untuk tetap didekatkan.

Kau tau, Tuhan tidak senang mendengar doa-mu. Bukan karena Dia tidak sayang, tapi Dia tidak ingin kau terjebak pada cinta yang salah.

Keesokan paginya, kau duduk di jok belakang motor tadi. Melingkari kedua tanganmu di badan si pria. Dari pagi hingga sore, kalian bertukar kalimat mesra. Kau jatuh terlalu dalam, hingga dasar, dan memberi keyakinan bahwa ini memang cinta. Tapi bagaimana dengan jam malamnya? Ah, tentu saja, dia sedang berpelukan dengan gadis lain, sambil berpikir, kira-kira kalimat mesra apa yang akan dia ucapkan padamu besok.

Oh, semesta, kenapa lelaki selalu brengsek dan wanita bangga dengan kebodohannya?

Lelaki yang bertanggung jawab selalu diasingkan. Dibuang dan diludahi oleh wanita-wanita cantik. Namun dia, kuingatkan kepadamu, namun dia, tidak butuh wanita cantik. Maksudku, mungkin saja kecantikanmu hanya beralas bedak, lipstik, atau pensil alis. Namun di luar sana, banyak wanita-wanita yang tidak berorientasi ke arah sana. Wanita-wanita cerdas, tentu saja. Karena peralatan makeup-mu hanya berhasil menutupi kekurangan fisikmu, bukan moralmu.

Untuk wanita, yang selalu dibohongi lelaki, pukullah kepalamu dengan kepalan tangan. Agar kamu sadar, jika cinta bukan berawal dari kalimat, “Tampan sekali dia.” Tapi dari kalimat-kalimat lain, yang tak berani kau ucapkan dengan bibir.

Cinta identik dengan rasa malu.

Dan bajingan-bajingan di luar sana, aku berani bertaruh, tidak sedikit pun memiliki rasa malu.

Ah, sial. Apa yang baru saja kautulis, Farhan?

Beristirahatlah. Kau lelah. Jangan meracau. Takutnya, wanita yang membaca ini, akan benci denganmu.

Bekasi, 11 November 2015
Dariku, yang bingung menulis apa.