Kamis, 28 April 2016

Kenapa Astaga Lagi?

Aku benci terpuruk. Rasanya seperti dilingkari orang banyak, lalu masing-masing dari mereka menggenggam sebuah batu dan bersiap-siap menghantamku.

Mengerikan.

Aku benci terpuruk.

Aku benci rindu sendirian.

Beringsut aku dalam lamunan masa lalu, sebab rinduku tak pernah sampai telingamu. Maluku menyulitkan. Untuk aku; untuk kamu. Beringsut tubuhku menuju persembunyian: tempat di mana aku menjeda rinduku bersama baris-tumpuk buku; perpustakaan. Namun setiap kali selesai membaca, astaga!

Ingat kamu lagi.
Tanpa berani bilang: rindu.
Memuncak rasa sepi.

Bekasi, 28 April 2016.

Sabtu, 23 April 2016

Lembar Merah Muda dalam Kotak Berhias Pita

Lembar merah muda yang kau
Gores dengan kata bernada manja
Tidak diketikkan;
Tidak dititikkan.

Ingatkah kala kita bahu-membahu
Menjaga rindu?
Di malam kita yang sama-sama
Getir: membayangkan rindu
Lekas dihadiahkan temu.

Aku rindu kamu, manisku.
Aku rindu membaca surat kirimanmu.

Habis sudah tahun-tahun kita
Dulu: ketika suratmu mengetuk
September-ku; dan suratku mengetuk
Januari-mu.

Kita sama-sama selesai:
Aku pada dewasaku; kamu
Pada dewasamu.

Berakhir sudah:
Mengakhir terakhir
Tak perlu diselamatkan; tak
perlu menyelamatkan.

Surat-suratmu tersimpan rapi
Dalam kotak berhias pita.
Kuat ikatannya menyerak tanya:

“Sayang,
Apa kamu sungguh
Bahagia bersamanya?”

Bekasi, 2016.

Kamis, 21 April 2016

Al 'Alaqah Menuju Al 'Iradah

Manisku..
Bagaimana cara menanyakan kabar tanpa
Harus memanggilmu?
Bagaimana cara lampiaskan rindu tanpa
Harus memelukmu?
Sementara teduh miliki kita:
Tanpa pelukan; tanpa sentuhan

Manisku..
Bentangan jalan panjang menyambut
Langkah kita.
Pekatnya gelap goreskan warna langit:
Menghitam. Sulitkan pandangan kita.
Bagaimana cara lintasi jalan tanpa
Harus menggandengmu?
Sementara kita sudah saling cinta:
Sebelum bergandeng tangan; sebelum bersentuhan

Manisku..
Dengarkan aku:
Biar saja mereka bermesraan dengan
Caranya sendiri;
Biar saja mereka bermanjaan dengan
Maunya sendiri.
Kamu tidak perlu iri, sayangku
Sebab tanggung jawab adalah caraku
Memesrakanmu.

Manisku..
Izinkan aku menjadi yang terbaik
Untukmu
Andai aku belum benar: jangan kau tinggalkan.
Perbaiki saja aku.

Bekasi, 21 April 2016.

Kamis, 14 April 2016

Aku: Peniru Kamu, Berharap Temu.

Sosok Kelak menjelma bagi titik cahaya melambai ujung jauh
Ketika Rasa Takut terpaksa duduk terpangku lumut batu
Tersandar lelah dan gelisahnya
Pada teduh pandang pria bersahaja.

Muhammadku,
Seutas Andai bergelayut di lidah Para Pendo’a
Menggerung tersungkur tiap malam sebab ingin jumpa
Guyurkan cerita.

O, Muhammadku,
Aku ini jelmaan Kagum yang terbentur indah perangaimu
Diam-diam meniru
Getar bibir yang rangkai manis tuturmu.

O, Muhammadku,
Hembus angin malam, hembus
Menampar pipiku bagai tanya memaku:
“Mungkinkah aku sampai ke rengkuhmu?”

Dengan apa?
Bagaimana,
Bersama siapa?

Sebayaku bertingkah pongah,
Menentang; melawan.
Dikirimnya hujatan tajam menembus
Dadaku. Mematikan.

Kau yang dihujat.
Aku yang tersayat.

O, Muhammadku,
Bila sayat kepongahan mereka
Mematikanku,
Sudikah kau hadiahkan rengkuhmu?

Aku ingin menggali Islam.
Aku ingin dijemput dalam keadaan Islam.

Di lantai dua sebuah Masjid Besar, 2016.
Dariku, Peniru yang menanti Kelak dan Andai.

Selasa, 05 April 2016

Terbentuknya Kesan, Mengalirnya Rasa

Kita, dan jutaan orang lainnya, menyadari bahwa jatuh cinta adalah proses bertahap yang mengharuskan pelakunya untuk melalui beberapa fase.

Terbentuknya kesan, misalnya.

Kita baru bisa merumuskan perasaan ketika kesan sudah sepenuhnya terbentuk. Tetapi, yang jadi masalah adalah, kesan hanya terbentuk setelah melakukan pertemuan langsung. Bertatap wajah, saling hadap, dan melebur dalam percakapan intim. Tentu hal ini menjadi percuma bagi mereka yang belum pernah bertemu – atau bahkan hanya melakukan sekali pertemuan – untuk memastikan bahwa dirinya sudah benar-benar jatuh cinta atau belum.

Saya pernah jatuh cinta dengan wanita setelah melakukan sekali pertemuan. Hanya sekali, kesan itu dapat terbentuk rapi. Bagai balok yang mengisi celah kosong pada ruangan. Tertumpuk satu demi satu. Tentu banyak sekali pertanyaan yang menyelubungi kepala sebelum akhirnya yakin bahwa ini benar-benar jatuh cinta.

Secepat itu?
Alasannya apa?
Kok bisa?

Pertanyaan itu saling berbeturan di dalam kepala. Menjemukan. Namun, saya tetap yakin, bahwa antara cinta dan waktu tidak pernah memiliki kaitan. Cinta yang sungguh-sungguh tidak terikat waktu. Jadi, yang saya bayangkan saat itu hanya satu: Ini benar jatuh cinta. Terlepas soal rasa, kesan yang tergores amat mengagumkan. Dia tampak seperti gadis sederhana. Dan saya suka sekali gadis sederhana.

Saya adalah tipikal pria yang hatinya mudah direnggut oleh kesan baik. Pesona kesan mampu melebihi fisik. Wanita cantik kalau bodoh, untuk apa? Bagi saya, kesan adalah yang utama. Maka dari itu, satu kali pertemuan rasanya sudah cukup. Pertemuan kedua dan ketiga, kalau tidak diimbangi dengan kebaikan lainnya, saya rasa akan sangat percuma. Hanya akan memendam kebaikan lain yang sudah tersusun rapi.

Cinta adalah rasa yang mengalir melalui tumpukan-tumpukan kesan. Ciptakan kesan baik dipertemuan pertama, namun jangan lupa untuk tetap menjadi diri sendiri. Cinta yang baik memang tak memiliki kaitan waktu, namun terikat oleh komitmen. Maka dari itu, pertemuan selanjutnya harus dilewati dengan baik pula. Salah-salah, kamu hanya akan terbawa rasa yang mengalir. Sebab kesan yang menjadi dinding penghalang arus sudah runtuh dan hancur berserakan.

Wus,
Ternyata rasa memang harus diimbangi dengan kesan ya.

Bekasi, 5 April 2016