Rabu, 01 Juni 2016

Semoga Ada Lelaki yang Perangainya Sebaik Dia

“Sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk. Jika kamu berusaha meluruskannya, niscaya akan patah. Jika kamu terus membiarkannya, kamu dapat bersenang-senang, namun tetap bengkok. Maka berbuat baiklah kamu kepadanya.”

Kalimat di atas adalah salah satu ucapan yang saya kutip dari Hadis Rasulullah. Ketika selesai membacanya, saya membayangkan sebuah fenomena yang sering terjadi belakangan. Tentang kekerasan dalam berumahtangga.

Di masa ini, bukan lagi gelak tawa yang mewarnai ruang keluarga. Tapi jerit dan tangis. Seakan-akan memberi penekanan, bahwa berumahtangga adalah kegiatan rumit yang mengharuskan pelakunya menguras energi dan emosi.

Saya tinggal di lingkungan perkampungan yang tiap-tiap bangunannya saling berhimpitan. Antara satu rumah dan rumah lainnya hanya dibatasi oleh dinding. Singkatnya, satu dinding kita pakai bersama, sebagai penyekat. Di lingkungan seperti ini, suara sekecil apa pun akan terdengar oleh tetangga. Hal ini yang agak membebani penduduknya. Karena mau tidak mau, mereka dituntut untuk tetap tenang.

Salah satu tetangga saya adalah pasangan muda yang baru datang beberapa bulan lalu. Dia membeli rumah yang jaraknya hanya beberapa meter dari rumah saya. Ketika melihat pertama kali, tampaknya mereka pasangan yang bahagia. Terlebih anak mereka, yang masih balita, terlihat sangat lucu dan menggemaskan. Sempurna sekali, pikir saya dalam hati.

Sampai kemudian, di hari kedua mereka tinggal, sebuah cekcok membenturkan kata demi kata. Tidak henti-hentinya mereka mengeluarkan kata kasar dan tidak pantas. Terlebih suaminya yang, agaknya, sudah terbiasa mengatakan kata seperti itu.

Jika terus-terusan seperti ini, tidak tega juga. Bisa mati dia tertusuk kata-kata tajam!

Pernah suatu waktu istrinya menangis, dia berjalan pelan-pelan keluar pintu, seperti sedang mencari sandaran atau wadah penampung cerita. Sungguh, kasihan sekali dia. Tubuhnya tampak lemah, seperti wanita yang baru ditinggal mati suaminya. Padahal kenyataannya tidak! Justru dia seperti itu karena suaminya belum juga mati!

Kemudian sesaat teringat ucapan Rasulullah tentang tulang rusuk tadi.

Seorang suami, jika berusaha meluruskan istrinya dengan kehendak pribadinya, maka hasilnya akan patah. Namun sebaliknya, jika dia cuek dan tidak berusaha meluruskannya, maka tidak akan terjadi apa-apa. Tetap bengkok.

Rasulullah adalah figur suami yang mendekati kata sempurna. Dalam skala satu sampai sepuluh, kehebatannya sebagai suami berada di angka sembilan koma sembilan. Tidak ada bentakan dalam rumah sederhananya. Tidak ada keluhan dalam hidup serba kurangnya. Dan yang paling penting, selama bertahun-tahun berumahtangga, tak satupun dari istrinya pernah bercerita tentang keburukan Rasul. Masih adakah lelaki sepertinya yang hidup di era modernitas seperti sekarang?

Ada satu riwayat asmara tentang Rasulullah yang diceritakan oleh Aisyah, istri tercintanya. (Saya senang sekali dengan riwayat ini).

Kala itu, Rasulullah sedang marah kepada Aisyah. Kemudian, di tengah marahnya, Rasul mengatakan: “Akfiini ‘ainak!” yang berarti: tutuplah matamu. Kemudian Aisyah cemas karena dimarahi Rasulullah, tubuhnya gemetar. Setelah Aisyah memejamkan kedua matanya, Rasulullah berkata: “Taqarrabii!” (mendekatlah!), lalu Aisyah mendekat dan Rasulullah memeluk tubuh Aisyah erat-erat. “Khumairahku,” kata Rasulullah. “Telah pergi seluruh amarahku setelah memelukmu.”

How sweet!

Saya berani bertaruh, berapa dollar-pun, bahwa di zaman sekarang sulit sekali menjumpai lelaki yang perangainya sebaik Rasulullah. Ada, tapi hanya sedikit. Mungkin tidak lebih dari sepuluh di dunia.

Kenyataan tersebut tergambar dari pasangan muda yang tinggal tak jauh dari rumah saya tadi. Usia awal pernikahan saja sudah seperti itu, bagaimana ketika sudah tua nanti? Kebosanan dan kejenuhan secara perlahan membelit hari-hari mereka.

Melalui tulisan ini, saya mendo’akan seluruh wanita di jagad raya, agar kelak ketika menikah, kamu dipersatukan oleh lelaki yang (paling tidak) mampu meredam emosinya ketika sedang bersama.

Sebab perangai seorang lelaki dapat diukur dari sikap dan caranya bertutur.
Sungguh, percayalah dengan itu.

Bekasi, 1 Juni 2016.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar